Selasa, 01 Januari 2013

sejarah masuknya islam di filipina

http://www.google.com/webmasters/http://www.google.com/webmasters/


BAB I
PEMDAHULUAN

A.     Latar belakang masalah
Asia tengagara adalah sebutan untuk wialyah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Meliht sejarah masa lalu, terliaht bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa kawasan asia tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yagn diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah indianized southeast asia, asia tenggara yagn dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua, sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam.Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yag dispanylkan, atau hispainized south east asia, yaiut philipina
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pegnaruh Islam yang begitu besar di Asia tenggara, khususnya Philipina.Seperti tertulis bahwa philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh spanyol. Hal itu benar adanya, akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa penjajahan amerika dan spanyol. Sedikit makalah dibawah ini akan menyingkap dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di Philipina.
Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba membahas beberapa hal penting tentang Islam di Filipina. Antara lain: Sejarah masuknya Islam di Filipina, faktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina, hukum Islam di Filipina. Hal-hal tersebut menjadi pembahasan pemakalah dalam tulisan ini, karena merupakan sebuah upaya besar dalam mengangkat dan menyebarkan agama Islam.




B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Sejarah masuknya Islam di Filipina?
2.      Apa saja faktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina?
3.      Bagaimana hukum Islam di Filipina?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui Sejarah masuknya Islam di Filipina
2.      Untuk mengetahuifaktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina
3.      Untuk mengetahuihukum Islam di Filipina
4.      Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kepada kami




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masuknya Islam di Filipina
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Adapula pendapat yang lain mengenai masuknya Islam datang kekepulaun Sulu. Bahwasannya Islam datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui perdagangan. Tapi itu tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13 ketika orang-orang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buasna (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain kepulauan Sulu.
Islam di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama, penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk.Kedua, kelompok minoritas Islam.Ketiga, kelompok negera negara Islam tertindas.
Dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitk demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa.Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.
Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.
Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa modern.
a.      Masa Kolonial Spanyol
Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik “ekspedisi ilmiah” Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan.Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah.Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876 M).Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin.walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total. Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai “Moor” (Moro).Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh).Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.Tahun 1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.Penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di selatan.Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan mengatasnamakan “misi suci”.Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang.Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu.

b.      Masa Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya.Secara tidak sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris.Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya.Dan inilah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini.Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak.Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran.Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran.Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis.Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro.Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan.Kebijakan ini kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro.Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen.Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi kemandirian.

c.       Masa Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara.Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah.Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis. Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru.NLSA – National Land Settlement Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441 pada 1939.Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato Lama.Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Filipina secara umum.Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka.

d.      Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina).Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi.Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang.Setelah Jepang menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina.Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953).Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu. Perkembangan berikutnya kita semua tahu.MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah.Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993).Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif.Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko.“Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak,” katanya.Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.

B.     Faktor -faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina
Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, walaupun katolik menjadi agama mayoritas, tetapi di Filipina terdapat tiga ribu masjid, terutama di selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900 juta pada tahun 2006 dan setiap tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan luas wilayah 300.076 km terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari beberapa suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai pusat keagamaan bagi komunitas muslim. Kitab suci alQur’an telah diterjemahkan oleh dr.Ahmad Domacao Alonto kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling utama dikalangan muslim kebanyakan muslim di Moro adalah petani dan nelayan. Dijabatan tinggi pemerintah Filipina tidak berarti. Asosiasi islam yang paaling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina (Manila), Ansar al Islam(Kota Marawi), Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan yayasan Islam Sulu (jolo) dan sebagainya. Tahun 1983, Dewan Dakwah Islam Filipina telah dibentuk untuk mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di utara dan selatan.
Menurut Majul, ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegerasi secara penuh kepada republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menghargai undang-undang Nasional, khususnya yang mengenai hubungan pribadi daan keluarga, karena undang-undang tersebut berasal daari Barat dan Katolik, seperti larangan bercerai dan poligami yang sangat bertentangan dengan hukum Islam yang membolehkannya. Kedua, system sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama, bagi setiap anak Filipina disemua daerah, tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur, membuat bangsa Moro malas untuk belajar disekolah yang didirikan pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu adanya perbedaan khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur. Ketiga, bangsa Moro masih trauma dan kebencian yang mendalam terhadap program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina kewilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang kehidupan.

C.    Hukum Islam Di Filipina
Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti madzhab Syafi’i. Selama periode pra-Islam, yang Bangsa berbeda atau barangay (masyarakat) yang burik kepulauan tidak memiliki hukum tertulis dan dipimpin oleh datus (kepala suku) dengan hak atas tanah leluhur. Menjelang akhir abad ke-13, pulau Sulu pemukim Muslim terlindung dari Arab, Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang bekerja sebagai pedagang dan misionaris, beberapa di antaranya perempuan lokal menikah, berbagi keyakinan agama mereka, dan menjalin aliansi politik. Islam kemudian disebarkan di Filipina selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai pengganti penaklukan, yang mengakibatkan integrasi hukum adat baru dan yang sudah ada. Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di Magindanao dan Sulu. Ini, menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi seperti" mini-negara ", dengan pemerintah memiliki kekuatan baik dan peradilan administrasi ... Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat, atau adat, serta hukum syariah ..." ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum Islam (juga disebut sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik, dan hubungan-hubungan hukum sipil.[1][6] Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim awal dilaksanakan "pluralisme hukum untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari keyakinan yang berbeda ...", menunjukkan bahwa mereka tinggal di ko-eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap non-Muslim.
Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Istilah luwaran, yang dipakaai oleh orang Moro Mindanao dalam kitab hokum, berarti “pilihan” ataau “terpilih”. Undang-undang yang terkandung didalam kitab Luwaran merupakan pilihan dari hokum Arab lama yang kemudian diterjemaahkan dan dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi para datu, hakim dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab. Kitab luwaran dari Mindanao tidak ada taanggalnya sama sekali, tak ada seorangpun yang mengetahui kapan kitab ini di buat. Sebagian orang berpendapat bahwa kitab Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh para hakim di Mindanaao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah Minhaj Al TThalibin karya ahli hokum mazhab Syafi’I Zakaria yahya bin syaraf Al Nawawi.

D.    Tokoh-tokoh Islam di Filipina
Tokoh-tokoh pejuang Islam di Phillipina
1. Prof.Dr.H. Nur Misuari
Nur Misuari atau Nurallaj Misuari merupakan pengasas Pergerakan Pembebasan Mindanao yang merupakan kumpulan anti kerajaan Filipinasecara kekerasan. Nur Misuari dipenjara atas tuduhan melakukan pemberontakan pada 2006. Nur Misuari ditahan di Pulau Jampiras, Sabah 24 November 2001 kerana memasuki Malaysia tanpa dokumen perjalanan sah. Kerajaan Filipina mendesak Malaysia menyerahkan Nur Misuari tetapi Malaysia terus melindungi Nur Misuari. Nur Misuari pernah berlindung di Libya awal tahun 1980-an.Nur Misuari merupakan Bekas Gabenor Wilayah Autonomi Islam Mindanao (ARMM) . Beliau berusia 65 tahun dan menjadi buruan Manilakerana mengetuai pemberontakan 19 November 2001 sebelum melarikan diri
            2. Abu Sayaf
Kelompok Abu Sayyaf, juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyya, adalah sebuah kelompok separatis yang terdiri dari terorisMuslim yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan, dan Mindanao. Khadaffi Janjalani dinamakan sebagai pemimpin kelompok ini oleh Angkatan Bersenjata Filipina.Dilaporkan bahwa akhir-akhir ini mereka sedang memperluaskan jaringannya ke Malaysia dan Indonesia. Kelompok ini bertanggung jawab terhadap aksi-aksi pemboman, pembunuhan, penculikan, dan pemerasan dalam upaya mendirikan negara Muslim di sebelah barat Mindanao dan Kepulauan Sulu serta menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya negara besar yang Pan-Islami di Semenanjung Melayu(Indonesia dan Malaysia) di Asia Tenggara. Nama kelompok ini adalah bahasa Arab untuk Pemegang (Abu) Pedang (Sayyaf). Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis terkecil dan kemungkinan paling berbahaya[rujukan?] di Mindanao. Beberapa anggotanya pernah belajar atau bekerja di Arab Saudi dan mengembangkan hubungan dengan mujahidin ketika bertempur dan berlatih di Afganistan dan Pakistan





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan
Filipina merupakan salah satu Negara yang terdapat di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.Islam menjadi agama minoritas.Meskipun Islam menjadi minoritas, terdapat wilayah yang yang menjadikan Islam sebagai agama mayoritas yaitu di Filipina bagian Selatan.Perlu perjuangan untuk menjadikan Islam sebagai agama mayoritas disana.Banyak Negara yang menjajah negera itu seperti Spanyol dan Amerika, selain menajah mereka juga sebagai misionaris yang mempersulit untuk berkembangnya agama Islam.Dengan perjuangan dan persatuan yang tinggi membuat Negara Filipina wilayah selatan penduduknya merdeka dari penjajah dan misionaris.

B.      Saran
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita khusus tentang islam di Flipina. Penulis berharap dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim agar lebih giat lagi beribadah kepada Allah SWT.




DAFTAR PUSTAKA

Ahm Asy’ari, Akhwan Mukarrom dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2008
Kettani M Ali, Minoritas Muslim di dewasa ini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005
Muzani Saiful, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1993
Tebba Sudirman, Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasinya, Bandung: Mizan,1993
Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam, Lkis, 2004
Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985
Artikel Sejarah Masuknya Islam di Philipina. oleh Imam nugroho di www.duiniaislam.com
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar